Sabtu, 11 Januari 2014

Mbah Lowo Ijo

Mbah Lowo Ijo


 
Di sebelah barat Kota Bangil terdapat sebuah makam tua yang masih terawat sampai saat ini, makam ini dikenal dengan makam Lowo Ijo. Lowo Ijo adalah istilah jawa yang dalam bahasa Indonesia artinya kalalawar Hijau, Lowo Ijo adalah nama julukan dari seorang Kyai yang bernama Abdul Qodir.
Abdul Qodir zaman dahulu adalah salah seorang yang berjuang melawan penjajah belanda, beliau masih merupakan keturunan dari Mataram, menurut silsilah dari keluarganya, beliau adalah cucu buyut dari Mas Karebet atau yang di kenal sebagai Joko Tingkir yang menjadi Sultan Kerajaan Pajang bergelar Adiwijaya. Kalau diurutkan lagi lebih keatas Joko tingkir masih keturunan dari Raden Patah yaitu Sultan pertama dari Kesultanan Demak.
Karena kegigihan Abdul Qodir melawan penjajah Belanda, Beliau menjadi incaran untuk dibunuh dan ketika terdesak beliau melarikan diri ke Bangil, di Bangil beliau memdirikan sebuah pondok pesantren yang saat ini dikenal dengan Pondok Pesantren Canga'an, disana beliau mengajarkan ilmu ketauhitan.

untuk melindungi Abdul Qodir dari kejaran Penjajah Belanda, penduduk sekitar kemudian mengganti namanya menjadi Jalaludin atau Jaelani, yang kemudian menjadi namanya sehari-hari. Pada suatu ketika pengejaran penjajah Belanda telah sampai ke Kota Bangil, tapi masih belum bisa mendapatkan Abdul Qodir.

Diceritakan dari juru kunci makam Mbah Lowo Ijo, karena untuk bersembunyi dari kejaran penjajah Belanda Abdul Qodir ketika melaksanakan Sholat beliau berada di bawah daun pohon pisang dengan posisi terbalik maka kemudian beliau dijuluki Mbah Lowo Ijo, diceritakan juga beliau masih ada hubungan keluarga dengan Syarifah Khadijah atau yang di kenal dengan Mbah Ratu Ayu atau Mbah Ratu Ibu.

Dimakam ini terdapat tiga batu nisan dua diantaranya di kijing besar dan satu lagi kecil, tentunya kedua makam yang di kijing sudah bisa di tebak kalau itu adalam makam dari makam Mbah Lowo Ijo dan istrinya, tapi tak banyak yang tahu tentang makam kecil yang ada di sebelahnya, menurut juru kuncinya makam kecil ini adalah makam dari kuda kesayangan yang selalu setia menemani perjuangan Mbah Lowo ijo.



Mbah Lowo Ijo sendiri merupakan cucu menantu Sunan Ampel. Beliau menikah dg salah satu cucu Sunan Ampel, Sa'diyyah
yang dulu dikenal dengan sebutan Kiai Abdul Qodir atau Kiai Sayyidin
Sebelumnya, Mbah Lowo Ijo pernah belajar selama bertahun2 ke Sunan Bonang, Tuban. sekitar thn 1.700 (abad ke 17)
Menurut cerita, setelah menggali ilmu dari Sunan Bonang, Mbah Lowo Ijo kemudian menyebarkan ilmu ke daerah Bangil
Dia bersama adiknya, Sayyidono kemudian tirakat naik pada kayu jati besar dari Tuban
Mereka menyusuri lautan hingga sampai ke sungai Kedung Larangan Bangil
Kayu jati besar itu kemudian digunakan sebagai penyangga berdirinya pondok Cangaan
Oleh Sunan Bonang, 2 saudara ini dibekali keilmuan berbeda. Mbah Lowo Ijo yg hanya mengaji dibekali keilmuan batin
Sementara, Sayyidono, adiknya, dibekali ilmu lahir atau kanuragan. Mbah Sayidono biasa dipanggil Mbah Daru
yang kini disemayamkan di pemakaman Islam Beujeng, Beji.
Beliaulah yang merintis berdirinya Ponpes Cangaan, Bangil. Dari beliaulah banyak kiai besar berasal dari sini
"Bahkan, Mbah Kiai Kholil Bangkalan juga pernah mengenyam ilmu dari sini", ujar Kiai Syibromulis
Sebelumnya, masyarakat Bangil atau Pasuruan tidak banyak tahu, siapa Mbah Lowo Ijo sebenarnya
Sebab, memang tidak banyak sejarah yang mengutip biografinya,

Kedatangan Gus Dur Presiden RI Ke 4

 Rabu, 05 Mei 2004
Ketika Gus Dur Berkunjung ke Makam Mbah Lowo Ijo, Bangil

Membuka Kunci Tafsir Mimpi Kacamata

Makam Mbah Lowo Ijo di daerah Diwet Kelurahan Pogar Kecamatan Bangil
mendadak jadi daya tarik tersendiri ketika Gus Dur datang
menziarahinya. Siapa Mbah Lowo Ijo sebenarnya? Apa pula yang dicari
Gus Dur dari makam itu?

Keheningan malam menyelimuti makam Mbah Lowo Ijo di Bangil. Kawasan,
makam ini bisa ditempuh dari arah masuk kelurahan Pogar, Bangil
sekitar 300 meter. Makam Mbah Lowo Ijo lurus dengan gapura masuk
pemakaman. Makam Mbah Lowo ijo menempati area seluas delapan meter
persegi.

Di situ, Mbah Lowo Ijo dimakamkan bersama almarhumah istrinya, Nyai
Sa'diyyah dan satu kuda kesayangannya. Tanda makam dari kuda
kesayangan Mbah Lowo Ijo terlihat berbeda. Makamnya hanya ditandai
pusara tunggal. Sementara, makam lainnya berpusara ganda.

Namun, keheningan malam yang biasanya dirasakan kawasan pemakaman
Diwet itu sedikit berubah, kala KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur
mengunjunginya, Sabtu tengah malam lalu. Gus Dur berencana tawassul
(berhubungan batin) tanpa mau diketahui banyak.

Kedatangan Gus Dur ke makam Mbah Lowo Ijo ini didorong tafsir mimpi
yang pernah dijumpai KH Syibromulis, pengasuh Ponpes Cangaan, Bangil.
Kiai Syibromulis bermimpi tentang makam Sunan Ampel (Raden Rahmat) di
Ampeldenta, Surabaya. Dalam mimpi itu, Kiai Syibrommulis juga
diisyarati tentang kaca mata Sunan Ampel, bisa digunakan Gus Dur.

Kaca mata itu bisa digunakan Gus Dur namun dengan syarat Gus Dur harus
minta restu pada Mbah Lowo Ijo. Isyarat kacamata itu menurut Gus Dur
merupakan bahasa kinayah (kias) dan tidak bisa ditafsirkan arti
sebenarnya atau denotatif. "Itu (kacamata) bahasa kinayah. Mungkin
bisa diartikan pandangan Sunan Ampel," ujar Gus Dur seperti yang
ditirukan Kiai Syibrommulis.

Mbah Lowo Ijo sendiri merupakan cucu menantu Sunan Ampel. Salah satu
cucu Sunan Ampel, Sa'diyyah kawin dengan Mbah Lowo Ijo yang dulu
dikenal dengan sebutan Kiai Abdul Qodir atau Kiai Sayyidin.
Sebelumnya, Mbah Lowo Ijo pernah ngangsuh kaweruh selama
bertahun-tahun ke Sunan Bonang, Tuban. sekitar tahun 1.700 atau abad
ke 17.

Menurut cerita singkat Kiai Sibrommulis, setelah menggali ilmu dari
Sunan Bonang, Mbah Lowo Ijo kemudian menyebarkan ilmu ke daerah
Bangil. Dia bersama adiknya, Sayyidono kemudian tirakat naik pada kayu
jati besar dari Tuban. Mereka menyusuri lautan hingga sampai ke sungai
Kedung Larangan Bangil.

Kayu jati besar itu kemudian digunakan sebagai penyangga berdirinya
pondok Cangaan. Oleh Sunan Bonang, kedua saudara ini dibekali keilmuan
berbeda. Mbah Lowo Ijo karena hanya mengaji dibekali keilmuan batin.
Sementara, Sayyidono, adiknya, dibekali ilmu lahir atau kanuragan.
Mbah Sayidono biasa dipanggil Mbah Daru yang kini disemayamkan di
pemakaman Islam Beujeng, Beji.

"Beliaulah yang merintis berdirinya Ponpes Cangaan, Bangil. Dari
beliaulah banyak kiai besar berasal dari sini. Bahkan, Mbah Kiai
Kholil Bangkalan juga pernah mengenyam ilmu dari sini," ujar Kiai
Syibromulis kemarin.

Sebelumnya, masyarakat Bangil atau Pasuruan tidak banyak tahu, siapa
Mbah Lowo Ijo sebenarnya. Sebab, memang tidak banyak sejarah yang
mengutip biografinya. Gus Dur sendiri diketahui baru kali pertama
datang ke lokasi pemakaman itu. Pohon-pohon besar di area pemakaman
itu seakan menyambut cucu pendiri NU, KH Hasyim Asy`ari tersebut.

Gus Dur menyempatkan hadir ke makam Mbah Lowo Ijo, karena dianggap
menjadi kunci dibukanya tafsir mimpi yang pernah mengilhami Kiai
Syibrommulis soal kacamata tersebut. Sayang, saat hadir di lokasi
pemakaman, suasana hening dan penuh hidmat sedikit gaduh oleh hiruk
pikuk warga yang spontan datang menyambut Gus Dur.

Awalnya, warga juga tidak tahu kalau Gus Dur akan datang ke lokasi
tersebut. Mereka baru curiga, setelah banyak keamanan sipil (banser)
berjaga-jaga di sepanjang jalan masuk kelurahan Pogar hingga pintu
masuk pemakaman.

Beberapa warga kemudian bertanya ada apa, hingga pemakaman Islam itu
dijaga begitu ketat. Salah satu penjaga keceplosan menjawab, ada
kunjungan Gus Dur, tengah malam nanti. Dari situlah, ratusan warga
berjaga hingga menyambut Gus Dur lewat tengah malam.

Siang harinya, Gus Dur hanya sempat berkunjung sekitar satu jam di
Ponpes Sidogiri, Kraton dan Ponpes Cangaan, Bangil. Setelah itu, Gus
Dur langsung terbang ke Probolinggo, Banyuwangi dan daerah Ujung
Pangkah, Gresik. Namun, Gus Dur berniat kembali lagi ke Pasuruan,
untuk mengunjungi makam Mbah Lowo Ijo.

Sekitar satu jam, Gus Dur bersila bersama peziarah lainnya. Saat tiba
di pemakaman, Gus Dur tidak mau diganggu siapapun. Salaman tangan pun
dielakkan. Bahkan, Kiai Sibromulis saat membisikkan sesuatu ke
telinganya, Gus Dur pun minta menundanya. "Sik, sik. Nanti saja,"
jawab Gus Dur sambil mengangkat satu tangannya tanda penolakan.

Bacaan surat Yasin, Tahlil dan doa mustajabah menggema di area
pemakaman tersebut. Gus Dur juga sengaja mendatangkan spesialis
pemimpin doa asal Paciran Lamongan, Said. Dia inilah yang memimpin doa
mulai awal hingga berakhirnya ziarah.

"Saya tidak bisa berbicara tentang apa yang mau saya bisikkan ke Gus
Dur. Dan yang saya ceritakan ini baru sekilas. Saya ingin memperjelas
bisikan ini ke Kiai Faqih, Tuban. Dengan berbicara pada Kiai Faqih,
mungkin segala sesuatunya semakin jelas. Kiai Faqih merupakan salah
satu kiai khos yang sangat dipercaya Gus Dur," terang Kiai
Syibromulis.

1 komentar: